BogorOne.co.id | Kota Bogor – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2021 terhadap lima proyek pada lima SKPD terus menuai sorotan. Tak terkecuali dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor.
Diketahui, kelima proyek tersebut adalah Alun-Alun milik Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperumkim) yang kelebihan pembayaran sebesar Rp416 juta. Kemudian, Sekolah Satu Atap pada Dinas Pendidikan (Disdik) senilai Rp170 juta.
Selain itu, proyek gedung Perpustakaan Daerah milik Dinas Arsip dan Perpustakaan yang juga kelebihan pembayaran sebesar Rp600 juta. Kemudian, dua proyek milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), yakni peningkatan jalan kawasan Suryakencana senilai Rp600 juta dan Masjid Agung sebesar Rp150 juta.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Sigit Prabawa Nugraha mengaku akan menindaklanjuti temuan BPK pada dinas-dinas tersebut. “Nanti ada tindak lanjut atas temuan tersebut,” ucapnya kepada wartawan, Rabu (3/8).
Meski demikian, Sigit mengatakan bahwa secara resmi pihaknya belum mengantungi terkait temuan BPK tersebut.
“Laporan resmi dari BPK belum ada. Kalau informasi sekilas sudah tahu, hanya secara resmi memang belum,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijan Publik, Yus Fitriadi menyebut bahwa kelebihan pembayaran terhadap lima proyek tersebut tidak lazim terjadi.
“Kelebihan pembayaran lazim terjadi dalam sebuah proyek. Namun kalau sampai lima, saya pikir sudah tidak lazim,” ungkapnya.
Kata dia, temuan tersebut menandakan tidak berperannya beberapa pihak sesuai tupoksinya dalam perkara itu. Ia menduga bahwa temuan itu terjadi lantaran perencanaan yang tidak serius. Sebab, jika perencanaan matang, kelebihan bayar takkan terjadi.
“Kemudian tidak jalannya peran Inspektorat selaku pengawas. Harusnya sejak awal sudah mengetahui akan terjadi kelebihan bayar. Tidak lantas diketahui dalam pemeriksaan oleh BPK,” jelasnya.
Yus juga menyebut bahwa profesionalitas rekanan kerja juga dipertanyakan. Sebab, skema pembayaran sebuah proyek juga atas persetujuan berbagai pihak, maka seharusnya rekanan memahami betul ada kelebihan pembayaran.
Disisi lain, Pengamat Ekonomi dari IBI Kesatuan, Saefudin Zuhdi menilai, kelebihan pembayaran merupakan cerminan buruk kemampuan manajamen. Mulai dari perencanaan, proyeksi, perhitungan yang tidak profesional serta lemahnya pengawasan.
“Ini menandakan buruknya kemampuan manajemen proyek pemkot sendiri, karena semakin tinggi Silpa semakin buruk pengelolaan APBD itu sendiri,” ungkapnya.
Atas dasar itu, ia mengarankan Pemkot Bogor membuat standar nilai proyek dengan kredibilitas perusahaannya.
“Misalnya nilai proyek yang di atas Rp500 juta, perusahaan harus yang bertaraf nasional, sedangkan yang dibawah Rp500 juta perusahaan lokal. Ini untuk menghindari kasus yang sama terulang kembali, SOP tendernya harus di evaluasi nih,” tandas dia. (Fry)
Discussion about this post