BogorOne.co.id | Kota Bogor – Mengalami defisit hingga Rp147 miliar, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor terpaksa melakukan pergeseran anggaran pada APBD 2023.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Bogor, Evandy Dhani. Menurut dia mekanisme itu telah sesuai PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.
Dia menegaskan, bahwa kebijakan itu bukan refocusing, tetapi pengendalian anggaran dan kegiatan serta manajemen kas yang dikendalikan. Sebab, di dalam DPA OPD ada rencana anggaran kas.
“Misalnya, pencairan di bulan
Januari dianggarkan dicairkan Rp10 ribu, kemudian Februari Rp15 ribu ternyata Januari nggak sanggup, lantas digeserlah ke Februari,” ucapnya Evandy, Minggu 9 Juli 2023.
Menurut Evandy defisit itu terjadi lantaran saat penyusunan APBD 2023, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berasumsi bahwa ada Silpa sebesar Rp275 miliar.
Namun, setelah diaudit BPK Silpa hanya Rp161 miliar. Jadi ada defisit Rp113 miliar, kemudian ditambah Silpa Irmak jadi totalnya Rp147 miliar.
“Ditambah, defisit juga terjadi karena pendapatan tak tercapai, sementara serapan anggaran belanja sangat maksimal,” katanya.
Pergeseran anggaran kegiatan, kata Evandy, rencananya akan digeser ke Desember, dengan catatan pendapatan bakal berjalan maksimal. “Kalau demikian baru akan direalisasikan. Kalau tidak akan dievaluasi di anggaran perubahan,” tegasnya.
Evandy menjelaskan, langkah tersebut harus dilakukan, mengingat KPK mengarahkan bila pembayaran kegiatan tidak boleh dibayarkan menyebrang tahun.
“Kalau langkah pengendalian tidak dilakukan otomatis bisa berpengaruh pada pembayaran kegiatan, kemudian bisa juga berimbas ke TPP dan Tunkin ASN,” jelasnya.
Hal itu disikapi serius oleh Anggota Fraksi PKS DPRD Kota Bogor, Endah Purwanti. Dirinya mengaku heran dengan langkah Pemkot Bogor melakukan refocusing dengan alasan asumsi Silpa yang terlalu besar.
“Kalau mengubah anggaran kas disesuaikan dengan pendapatan ril itu bisa. Tapi mestinya tidak ada cerita defisit pada pelaksanaan APBD 2023. Defisit terjadi akibat asumsi Silpa yang terlalu besar dibandingkan dengan hasil LHP BPK,” tandasnya. (Fry)
Discussion about this post