BogorOne.co.id | Jakarta – Fenomena istri dan anak-anak pejabat yang gemar pamer kekayaan atau flexing tengah menjadi sorotan masyarakat dan akibatnya banyak pelaku yang akhirnya menutup akun media sosialnya.
Flexing tindakan menyombongkan diri tentang hal-hal yang berhubungan dengan uang yang miliki atau barang mahal apa saja yang dikoleksi.
Flexing atau pamer di media sosial, kerap dilakukan oleh sebagian orang yang ingin diakui lebih mampu atau kaya dari orang lain dengan tujuan hanya ingin dianggap berlebih dari orang lain.
Seseorang yang berperilaku flexing biasanya memiliki tingkat empati yang rendah serta rasa kompetitif yang tinggi. Hal itu dapat membuat kepribadian seseorang terganggu atau tidak sehat.
Budaya pamer kekayaan sebenarnya sudah ada sejak dahulu, namun dengan adanya sosial media membuat perilaku ini semakin terlihat.
Unggahan sosial media pelaku flexing biasanya dipenuhi barang-barang dari merek ternama, mulai dari tas, baju dan sepatu mahal, mobil sport, hingga liburan mewah di kapal pesiar.
Melansir laman CNBC, dalam ilmu psikologi disebutkan bahwa pamer merupakan suatu bentuk perilaku narsisme dan faktor utama yang mendorong perilaku tersebut adalah perasaan insecure.
Psikolog klinis Mary Kowalchyk dari New York University mengatakan bahwa narsisme dipahami sebagai adaptasi kompensasi untuk mengatasi dan menutupi harga diri yang rendah.
“Orang narsis merasa insecure dan mereka mengatasi perasaan ini dengan flexing. Perilaku pamer membuat orang lain kurang menyukai mereka dalam jangka panjang dan ini membuat pelaku flexing justru semakin memperparah rasa insecure di diri mereka sehingga ini menjadi lingkaran setan perilaku tersebut,” kata Kowalchyk.
Meski demikian, secara naluriah manusia senang memamerkan pencapaiannya atau juga kehebatannya di depan orang
Sadar atau tidak, banyak orang yang pernah flexing. Secara kolektif, perilaku ini membuat orang lain juga merasa insecure dan akhirnya ikut-ikutan flexing. (Ir-v)
Discussion about this post