Oleh : Firdaus Roy Wasekjen DPP Partai Perindo
BogorOne.co.id – Masih adakah harapan? Pertanyaan itu, memang terkesan vulgar, ketus dan menyengat. Tetapi, justru ungkapan sejenis itulah yang terasa kian mengemuka.
Dalam setiap upaya dialog memprediksi kelanjutan hidup berbangsa dan benegara yang sedang dilanda krisis multi-dimensional seperti sekarang ini, banyak terjadinya KKN, tentu semua harus dijawab oleh anak-anak negeri sebagai penerus kepemimpinan masa depan.
Sebagai komponen bangsa yang paling pantas sudah seharusnya didengar kehendaknya, dan selaku pemegang kedaulatan tertinggi dalam kehidupan bernegara, rakyat memang sedang menanti kepastian dari segala upaya penataan manajemen berbangsa sekarang ini.
Kepastian bukan pepesan kosong tetapi bisa dijelaskan dengan logika rasional dan berisi pencapaian solusi yang dapat dilaksanakan dengan konkrit.
Rasa kekinian yang terus menerus bersimpah dengan suasana ketidakpastian seperti yang dialami pada hampir semua lapangan kehidupan, hukum sangat mudah dipermainkan para korubtor dengan mudahnya lepas dari jeratan hukum.
Adapun yang mendapatkan hukuman tidak seperti yang diharapkan oleh rakyat, terlalu mudahnya hukum diputar balikkan oleh oknum pemegang kekuataan,
inilah salah satu tantangan kepemimpinan presiden Prabowo subianto mampu atau gagal menata palang pintu kebijakan hukum dibangsa yang besar ini.
Tentu semua dapat kita rasakan rakyat sangat apatis dan nyaris patah arang, tumpuan harapan yang diberikan kepada para elite, kaum politisi dan aparatur pemerintah, tampak sudah begitu tipisnya, sehingga anarkhisme dalam banyak situasi telah menjadi pilihan yang kerap tak terbendungkan.
Bercermin dari kenyataan seperti ini dengan segera dapat dipahami bahwa sesungguhnya ada masalah mendasar yang sedang terjadi dalam penyelenggaran negara yang cukup signifikan mengpengaruhi persepsi bangsa ini terhadap kekuasaan negara bersama tatanan dan perangkatnya.
Apresiasi rakyat terhadap DPR dan DPRD sudah sangat miring saja, dimana sepertinya mereka sudah sangat meremehkan wakil-wakilnya, parlemen jalanan pilihan wahana praktis untuk mengekpresikan kekecewaan.
Kerena jauh sebelum itu diketahui bahwa memang sudah tumbuh subur bentuk benih sinisme yang kerapkali berkembang bentuk menjadi sarkasme, ketika menilai kinerja aparatur di bidang hukum yang belepotan.
Semua itu, bisa dinikmati dalam guyonan orang-orang bagian dari rakyat dinegeri ini diwarung-warung kopi, kios, pasar ataupun diforum diskusi, pada saat tertentu mereka kelihatan sangat menikmati joke tentang perilaku aparat penegak hukum dengan cerita cerita pelesetan yang terkadang sudah mengabaikan aspek estetika humor.
Mencari Solusi Yang Terlupakan
Pada posisi apakah sebenarnya rakyat ditempatkan dalam membangun ketatanegaraan selama ini?..
Konstisusi dasar negeri ini, secara formal telah memberikan mereka tempat yang sangat terhormat, dasar negara kita Pancasila telah menyebutkan azaz kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Penempatan kata Kerakyatan dalam dasar negara, sebagai suatu semangat yang harusnya terefleksi dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kemurnian aspirasi rakyat yang bertentangan dengan tafsiran pernah terjadi pada masa lalu pada masa lalu, terhadap Pancasila dan UUD 1945 dibekap melalui suatu sistem kepartaian yang sangat praktis untuk dikendalikan oleh rezimnya,
Tentu hal itu jangan terulang kembali, kita harus mampu mencari cara yang paling tepat untuk mengamankan kedaulatan rakyat, rakyat harus mampu menempatkan kedulatannya kepuncak tertinggi direpublik ini dengan pengawasan yang tranparan.
Proses pengembalian kedaulatan ditangan rakyat harus dijalankan secara konkrit dapat dimulai pada level mikro melalui penyerapan aspirasi secara benar oleh organ-organ partai politik sebagai jembatan untuk sampai ketujuan pengambil kebijkan.
Pendekatan seperti ini, akan relevan jika mampu dijalankan dengan benar dan disepakati adanya keyakinan bersama bahwa partai adalah satu-satunya kanal aspirasi dalam suatu proses demokrasi.
Hal ini harus dinyatakan, kerena masih beredar pandangan yang melihat bahwa partai bukanlah satu-satunya jalan untuk menyalurkan kehendak rakyat, secara rasional ini bisa dipahami.
Oleh karena itu, bila ingin memberikan keberdayaan kepada partai politik, makan kondisi kesehatan suatu partai sangat penting adanya untuk diberi perhatian.
Secara sederhana bisa dilogikan bahwa bilamana ada organ dalam tubuh partai yang tidak berfungsi maka dipastikan akan terjadi distorsi antara kehendak partai dengan kehendak rakyat sebagai pemilik sah kedaulatan atas negara dan bangsa ini.
Sistem multi partai yang ada sekarang ini dalam kaitan akan memberikan peluang kepada pemilik kedaulatan untuk bebas mempercayai siapa yang dianggap mampu memegang amanah yang dititipkannya.
Platforma dan program partai sebagai janji kepada rakyat akan laku terbeli bilamana pemegang kedulatan membutuhkan sesuatu yang ditawarkan.
Memang dari hasil pemilu kepercayaan rakyat menurun terhadap partai politik, ini karena ketidak siapaan kader kader partai menjelaskan dan menjalan kan fungsi partai politik itu sendiri,
Pintu masuk melalui partai politik selama ini kurang mendapatkan keparcayaan, karena dirasakan penuh dengan lompatan intrik yang sudah barang tentu dinilai tak berbudaya oleh kalangan golongan kerabat adat dan budayawan yang ada dinegeri ini, mereka merasa hanya dijadikan alat kampanye untuk meraih konstituen berbasis entitas suka bangsa.
Untuk menghadapi kenyataan seperti ini, politisi dengan partai politiknya sebagai wahana yang diyakini sebagai kanal aspirasi dari berbagai basis kerakyatan mestinya secara bersungguh- sungguh dapat mengambilakan kepercayaan yang selama ini terlanjur miring dimata rakyat.
Dinamika internal pada hampir semua partai politik memang pada kenyataannya tidak sebangun dengan dinamika yang berkembang dalam masyarakat, dengan begitu maka perbaikan infrastruktur dan suprastruktur partai untuk menagkap visi dan pandangan rakyat, harus segera dibangun oleh partai politik jika ingin dipercaya kembali. (***)
Discussion about this post