BogorOne.co.id | Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meluncurkan serangan terhadap situs nuklir Iran, meningkatkan ketegangan di Timur Tengah dan memicu lonjakan harga minyak dunia. Serangan ini diumumkan langsung oleh Trump melalui platform media sosial Truth Social, Minggu (22/6/2025).
Langkah tersebut memperdalam keterlibatan militer AS di kawasan yang selama ini menjadi pusat konflik geopolitik. Imbas dari aksi militer ini, pasar global menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran, dengan investor mulai memburu aset safe haven seperti dolar AS dan emas.
“Saya pikir pasar awalnya akan waspada, dan saya pikir minyak akan dibuka lebih tinggi,” ujar Kepala Investasi Potomac River Capital, Mark Spindel, dikutip dari Reuters.
Menurut Spindel, ketidakpastian akan menyelimuti pasar keuangan. “Orang Amerika di mana-mana sekarang akan terekspos. Ini akan meningkatkan ketidakpastian dan volatilitas, terutama dalam minyak,” tambahnya.
Kepala Investasi Cresset Capital, Jack Ablin, menyatakan bahwa kondisi ini memperumit lanskap risiko global. “Ini menambah lapisan risiko baru yang rumit yang harus kita pertimbangkan dan perhatikan,” ujarnya.
Sebelum serangan dilakukan, analis di Oxford Economics telah memproyeksikan beberapa skenario dampak konflik terhadap pasar energi. Dalam skenario terburuk, yakni penutupan total Selat Hormuz, harga minyak global diperkirakan dapat melonjak hingga US$ 130 per barel. Situasi ini dinilai dapat mendorong inflasi AS mendekati 6 persen pada akhir 2025.
“Meskipun guncangan harga pasti melemahkan belanja konsumen karena pukulan terhadap pendapatan riil, skala kenaikan inflasi dan kekhawatiran tentang potensi efek inflasi putaran kedua kemungkinan akan menghancurkan peluang penurunan suku bunga di AS tahun ini,” tulis Oxford dalam catatannya.
Kondisi ini berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi global dan meningkatkan tekanan terhadap kebijakan moneter di sejumlah negara.
Editor : R. Muttaqien
Discussion about this post