BogorOne.co.id | Kota Bogor – Kisruh pengelolaan dan pendapatan Biskita Trans Pakuan yang berasal dari program Buy The Service (BTS) Badan Pengelolaan Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus menggelinding.
Namun ditengah polemik pengelolaan BisKita, PT Kodjari sebagai salah satu pihak dalam Kerjasama Operasional (KSO) mengaku tidak mendapat keuntungan.
“Kalau ada yang menyebutkan Rp40 hingga Rp50 milar itu tidak ada,” ujar pemilik PT Kodjari, Dewi Jani belum lama ini.
Menurut dia, dalam program BTS, KSO hanya dibayar oleh BPTJ berdasarkan jumlah kilometer yang ditempuh.
“Seandainya Biskita selama sebulan hanya jalan 100 kilometer, kita hanya dibayar 100 kilometer. Sistemnya itu berapa yang sanggup kita jalankan,” ucap Dewi.
Bahkan, kata Dewi, KSO Perumda Jasa Transportasi bisa saja dikenakan penalti, apabila tidak menjalankan armada sejauh kilometer yang sudah ditentukan. “Bila nggak tercapai, kita kena denda. Jadi bis layanan ini tidak sama dengan yang lalu-lalu,” katanya.
Sebab, sambung dia, dalam menjalankan program BTS ada SOP yang wajib dijalankan. Diantaranya, bis tak boleh telat, kendaraan mesti bersih dan lain sebagainya.
“Intinya tidak setiap kali untung. Namanya juga pelayanan, kadang kalau tidak bisa mencapai ritase, ya tidak. Sedangkan pengeluaran untuk staf dan solar cost yang tetap itu harus dikeluarkan lebih dahulu baru nanti bisa kita tagih. Jadi kita tidak bisa berbicara untung dan rugi. Mindset kita adalah pertama kali adalah bagaimana masyarakat yang diuntungkan,” paparnya.
Lebih lanjut, kata Dewi, PT Kodjari berkomitmen membantu penyehatkan Perumda Jasa Transportasi Kota Bogor. “Jadi disini mindset harus kita ubah, bagaimana kecintaan kita pada Kota Bogor, dengan menciptakan transportasi yang baik,” katanya.
Sebelumnya, Sebelumnya, Anggota Komisi II DPRD, Ahmad Aswandi mengatakan bahwa PT Kodjari memenangkan lelang pada Buy The Service (BTS) pada 2022 ini.
Berdasarkan informasi yang dihimpun lelang BTS tahun ini senilai Rp43 miliar, dan diperkirakan akan cair pada April atau Mei 2022. Sebelumnya, di 2021 Kota Bogor juga memenangkan lelang BTS senilai Rp11 miliar dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
“Kita ketahui bahwa pemenang itu adalah PT Kodjari, bukan perumda. Artinya kodjari menaggandeng Perumda. Padahal kan konsep awal kita maunya Perumda yang jadi leader menggandeng Kodjari. Sekarang malah kebalik,” ujar pria yang akrab disapa Kiwong itu.
Ia menjelaskan bahwa perumda beralasan bahwa hal itu dilakukan lantaran perumda tidak masuk dalam penilaian lelang BTS, sehingga PT Kodjari didorong mengikuti lelang.
“Sekarang pemenangnya Kodjari, tapi jangan sampai merugikan perumda. Harus berbagi profit sharing yang real dan adil. Tak boleh memberatkan, kerjasama itu dibangun kepentingan dan kemajuam bersama,” kata Kiwong.
Politisi PPP ini juga menyampaikan, dengan kondisi terkini membuat skema bisnis perumda semakin tidak jelas, atau melenceng dari core business transportasi.
“Kalau kedepan harus ada subsidi penumpang dari APBD jelas berat. Sekarang kan masih ada subsidi dari BPTJ dengan hitungan ritase,” katanya.
Namun, kata Kiwong, hal itu justru merugikan Kota Bogor lantaran Biskita yang saat ini mengaspal masih sepi penumpang. “Kalau begitu dimana fungsi publiknya? Kalau subsidi dihitung ritase dengan berbagai macam hitungan BPTJ, ya merugikan. Subsidi berdasarkan penumpang itu lebih jelas,” ungkapnya.
Kiwong juga mempertanyakan mengenai kerjasama operasional (KSO) Biskita saat ini. Sebab, Kodjari merupakan pemenang tender BTS, bukan perumda.
“Apakah perjanjiannya itu sudah sama-sama menguntungkan kedua pihak. Atau hanya mengutungkan salah satu pihak,” tegasnya.
Politisi PPP ini menegaskan bahwa sejak awal DPRD meminta Perumda Jasa Transportasi harus memiliki ruh pelayanan berupa profit yang didapat. “Itu nggak ketemu. Saya berharap ada perjanjian di KSO yang menguntungkan. Perumda juga bukan hanya berkutat di pelayanan tetapi mesti ada keuntungan yang didapat, jangan sampai rugi,” jelasnya.
Kiwong menegaskan bahwa pihaknya akan mendalami KSO di Biskita, sehingga bisa ditentukan arah anggaran Perumda Jasa Transportasi. (Fry)