BogorOne.co.id | Kota Bogor – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor untuk membongkar Polemik RS Lapangan yang saat ini menjadi sorotan publik.
HMI juga mempertanyakan kinerja Kejari Kota Bogor yang terkesan diam. Pasalnya belum adanya tindakan soal pengadaan alat kesehatah (alkes) Rumah Sakit (RS) Lapangan yang menyisakan utang sebesar Rp5,6 miliar.
Ketua Bidang Perguruan Tinggi dan Kepemudaan (PTKP) HMI Kota Bogor
Ramdan Miharja mengaku, dirinya terus memantau persoalan tersebut dan sebelumnya pernah membaca berita di media bahwa Kejari akan mempelajari persoalan tersebut.
Namun kata dia, sampai saat ini, belum ada langkah Kejari menyentuh kasus RS Lapangan. “Saya ingin mempertanyakan apakah Kejari sudah memempelajari kasus tersebut atau belum,” kata Ramdan, Kamis (29/04/21).
Dia menegaskan, selaku penegak hukum, Kejari sangat lamban mempelajari kasus tersebut. “Seharusnya hari ini Kejari bisa tegas dan lugas agar segera melakukan penindakan atau investigasi terkait permasalahan ini jangan dibiarkan berlarut-larut,” ujarnya.
Karena RS Lapangan yang dibangun ini pakai anggaran negara dan anggaran negara ini adalah hasil keringat rakyat. Jadi wajib hukumnya agar secepatnya dilakukan penindakan.
“Saya minta, Kejari langsung mengambil langkah, lakukan penyelidikan, panggilin semua yang terlibat, siapa saja vendor penyedia Alkesnya, dan kenapa sampai menyisakan tunggakan. Jangan sampai ada yang main-main dengan anggaran covid-19 ditengah penderitaan rakyat,” tandasnya.
Ditempat berbeda, Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor Akhmad Saeful Bakhri (ASB) mengatakan, RS Lapangan didirikan berdasarkan kedaruratan penanganan pandemi Covid-19. Sehingga ada anggaran bersumber dari APBN, itupun sudah sesuai aturan.
“Tapi kajian komprehensif dan perencanaannya seperti apa. Toh kenyataannya terdapat masalah soal alkes yang masih terhutang,” kata ASB, Kamis (22/04/21).
Politisi PPP itu menegaskan, ketika menyangkut pelayanan masyarakat yang menggunakan biaya besar, seharusnya ada kajian dan perencanaan yang matang, yang dilakukan oleh RSUD, baik dari aspek pelayanan, teknis medis, dan unsur penunjang lainnya.
Politisi PPP ini menilai bahwa tunggakan pembayaran alkes disinyalir lantaran adanya kesalahan perencanaan terutama kajian dan perencanaan yang tidak matang.
Seharusnya kata dia, pada saat akan diputuskan, RSUD yang saat itu dipercaya mengelola RS Lapangan sudah melakukan dan memberikan kajian dengan berbagai pertimbangan. Artinya tidak asal-asalan.
“Dalam kajian perencanaan, seharusnya mempertimbangkan bagaimana mengamankan kebijakan yang akan diambil nantinya sesuai aturan,” tandasnya.
Diakui ASB, akan menjadi tidak fair apabila salah satu OPD nantinya dijadikan kambing hitam atas semua kesalahan prosedur. “Perlu diingat sejak awal DPRD tak pernah dilibatkan dalam pendirian RS Lapangan,” imbuhnya.
Sebagai mitra kerja, kata dia, Komisi IV seharusnya dilibatkan agar dapat memberi masukan mengenai formulasi kebijakan, sehingga saat pelaksanaan akan lebih optimal.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor berjanji akan menelusuri aliran dana RS lapangan, sehingga tunggakan pengadaan alkes sebesar Rp5,6 miliar bisa diketahui publik secara terang benderang.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Cakra Yudha mengatakan, dalam proses pendirian RS Lapangan memang dilakukan pendampingan oleh bidang perdata dan tata usaha negara (datun) Kejaksaan.
Diakui Kasi Intel, pencegahan dan penindakan merupakan dua hal yang berbeda sehingga Korp Adhyaksa pun mengaku akan segera mendalami permasalahan tersebut. “Ya, yang pasti kami akan mendalami dan mempelajarinya,” ujar Cakra, Rabu (21/04/21).
Dia menuturkan, bahwa pendamping perdata itu mulai administrasi dan kesesuaian aturan. Jadi memang ada permasalahan di kemudian hari, maka tentunya akan dipelajari.
“Pendampingan yang dilakukan sebelumnya bersifat yuridis dan normatif. Kalau endingnya ada temuan maka bisa dilakukan tindakan,” tandasnya. (Fry)
Discussion about this post